Langsung ke konten utama

R. Faktor- Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja

 

Faktor- Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja

a.      Faktor Fisik

1)        Suara tinggi atau bising dapat menyebabkan ketulian

2)        Temperature atau suhu tinggi dapat menyebabkan Hyperpireksi, Miliaria, Heat Cramp, Heat Exhaustion, dan Heat Stroke

3)        Radiasi sinar elektromagnetik infra merah dapat menyebabkan katarak

4)        Ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitis

5)        Radio aktif/alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan terhadap sel tubuh manusia

6)        Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease

7)        Getaran menyebabkan Reynaud’s Desiase, ganguan metabolisme, Polineurutis

Pencegahan:

1)        Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.

2)        Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.

3)        Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi

4)        Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.

5)        Pelindung mata untuk sinar laser

6)        Filter untuk mikroskop

 

b.      Faktor Kimia

Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil samping(produk), sisa produksi atau bahan buangan. Bentuk: zat padat, cair, gas, uap maupun partikel Cara masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran pencerrnaan kulit dan mukosa. Masuknya dapat secara akut dan sevara kronis. Efek terhadap tubuh: iritasi, alergi, korosif, asphyxia, keracunan sistematik, kanker, kerusakan kelainan janin Terjadi pada petugas/ pekerja yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika. Demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.

Pencegahan :

1)        Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.

2)        Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol.

3)        Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar.

4)        Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.

5)        Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.

 

c.       Faktor Biologi

·           Viral Desiases: rabies, hepatitis

·           Fungal Desiases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis, TBC, Tetanus

·           Parasitic Desiases: Ancylostomiasis, Schistosomiasis

Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi, dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hepatitis B) dapat menginfeksi pekerja sebagai akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di Rumah Sakit mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen maupun debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.

Pencegahan :

1)        Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi, dan desinfeksi.

2)        Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan pekerja untuk memastikan dalam keadaan sehat badan, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.

3)        Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good Laboratory Practice).

4)        Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.

5)        Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius, dan spesimen secara benar.

6)        Pengelolaan limbah infeksius dengan benar.

7)        Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.

8)        Kebersihan diri dari petugas.

 

d.        Faktor Ergonomi/Fisiologi

Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja yang salah, dan kontruksi yang salah. Efek terhadap tubuh: kelelahan fisik, nyeri otot, deformirtas tulang, perubahan bentuk, dislokasi, dan kecelakaan.

Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan, dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job

Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).

 

e.       Faktor Psikologi

Faktor ini sebagai akibat organisasi kerja (tipe kepemimpinan, hubungan kerja komunikasi, keamanan), tipe kerja (monoton, berulang-ulang, kerja berlebihan, kerja kurang, kerja shift, dan terpencil). Manifestasinya berupa stress. Beberapa contoh faktor psikososial yang dapat menyebabkan stress antara lain:

1)        Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan

2)        Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.

3)        Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.

4)        Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal

 

5.                  Diagnosis Penyakit Akibat Kerja

Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:

 

a)             Menentukan diagnosis klinis Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.

 

b)             Menentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:

Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara kronologis

1.        Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan

2.        Bahan yang diproduksi

3.        Materi (bahan baku) yang digunakan

4.        Jumlah pajanannya

5.        Pemakaian alat perlindungan diri (masker)

6.        Pola waktu terjadinya gejala

7.        Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)

8.        Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya)

 

c)        Menentukan apakah pajanan memang dapat menyebabkan penyakit tersebut Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung.

 

d)       Menentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.

 

e)        Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaan yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD? Riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.

 

f)         Mencari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit? Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.

 

g)        Membuat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit. Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat baik dari pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan), dan data epidemiologis.

 

6.             Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Berikut ini beberapa tips dalam mencegah penyakit kerja, diantaranya:

·           Memakai alat pelindung diri secara benar dan teratur

·           Mengenali resiko pekerjaan dan cegah supayah tidak terjadi lebih lanjut

·           Segara akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan

 

Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh seperti berikut ini:



a.         Pencegahan Pimer (Healt Promotio)

·           Perilaku kesehatan

·           Faktor bahaya di tempat kerja

·           Perilaku kerja yang baik

·           Olahraga

·           Gizi

 

b.        Pencegahan Skunder – Specifict Protectio

·           Pengendalian melalui perundang-undangan

·           Pengendalian administratif/organisasi: rotasi/pembatas jam kerja

·           Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri (APD)

·           Pengendalian jalur kesehatan imunisasi

 

c.         Pencegahan Tersier

·           Pemeriksaan kesehatan pra-kerja

·           Pemeriksaan kesehatan berkala

·           Pemeriksaan lingkungan secara berkala

·           Surveilans

·           Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja

·           Pengendalian segera ditempat kerja

 

Dalam pengendalian penyakit akibat kerja, salah satu upaya yang wajib dilakukan adalah deteksi dini, sehingga pengobatan bisa dilakukan secepat mungkin. Dengan demikian, penyakit bisa pulih tanpa menimbulkan kecacatan. Sekurang-kurangnya, tidak menimbulkan kecacatan lebih lanjut. Pada banyak kasus, penyakit akibat kerja bersifat berat dan mengakibatkan cacat. Ada dua faktor yang membuat penyakit mudah dicegah.

1.        Bahan penyebab penyakit mudah diidentifikasi, diukur, dan dikontrol.

2.        Populasi yang berisiko biasanya mudah didatangi dan dapat diawasi secara teratur serta dilakukan pengobatan.

Disamping itu perubahan awal seringkali bisa pulih dengan penanganan yang tepat. Karena itulah deteksi dini penyakit akibat kerja sangat penting. Sekurang-kurangnya ada tiga hal menurut WHO yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam deteksi dini yaitu:

1.      Perubahan biokimiawi dan morfologis yang dapat di ukur melalui analisis laboraturium. Misalnya hambatan aktifitas kolinesterase pada paparan terhadap pestisida organofosfat, penurunan kadar hemoglobin (HB), sitologi sputum yang abnormal, dan sebagainya.

2.      Perubahan kondisi fisik dan sistem tubuh yang dapat dinilai melalui pemeriksaan fisik laboraturium. Misalnya elektrokardiogram, uji kapasitas kerja fisik, uji saraf, dan sebagainya.

3.      Perubahan kesehatan umum yang dapat dinilai dari riwayat medis. Misalnya rasa kantuk dan iritasi mukosa setelah paparan terhadap pelarut-pelarut organik. Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh yaitu pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan ini meliputi:

·         Pemeriksaan sebelum penempatan

Pemeriksaan ini dilakukan sebelum seorang dipekerjakan atau ditempatkan pada pos pekerjaan tertentu dengan ancaman terhadap kesehatan yang mungkin terjadi. Pemeriksaan fisik yang ditunjang dengan pemeriksaan lain seperti darah, urine, radiologis, serta organ tertentu, seperti mata dan telinga, merupakan data dasar yang sangat berguna apabila terjadi gangguan kesehatan tenaga kerja setelah sekian lama bekerja.

·         Pemeriksaan kesehatan berkala

Pemeriksaan kesehatan berkala sebenarnya dilaksanakan dengan selang waktu teratur setelah pemeriksaan awal sebelum penempatan. Pada medical check-up rutin tidak selalu diperlukan pemeriksaan medis lengkap, terutama bila tidak ada indikasi yang jelas. Pemeriksaan ini juga harus difokuskan pada organ dan sistem tubuh yang memungkinkan terpengaruh bahan-bahan berbahaya di tempat kerja, sebagai contoh, audiometri adalah uji yang sangat penting bagi tenaga kerja yang bekerja pada lingkungan kerja yang bising. Sedang pemerikaan radiologis dada (foto thorax) penting untuk mendeteksi tenaga kerja yang berisiko menderita pneumokonosis, karena lingkungan kerja tercemar debu.

 

7.             Tata cara pelaporan Penyakit Akibat Kerja

 

a.       Permennaker No. Per. 01/Men/1981 tentang Kewajiban Melapor PAK. 


·           Pasal 2 (a) : pengurus dan badan yang ditunjuk wajib melaporkan secara tertulis kepada Kantor Bina lindung Tenaga Kerja setempat. 

·           Pasal 3 (a) : Laporan dilakukan dalam waktu paling lama 2 kali 24 jam setelah penyakit dibuat diagnosa.

 

b.      Kepmannaker No. Kepts. 333/Men/1989 tentang Diagnosa dan Pelaporan PAK 


·           Pasal 3 (3) : setelah ditegakkan diagnosis PAK oleh dokter pemriksa maka wajib membuat laporan medik. 

·           Pasal 4 (a) :PAK harus dilaporkan oleh pengurus tempat kerjayang bersangkutan selambat-lambatnya 2 kali 24 jam kepada Kanwil Depnaker melalui Kantor Depnaker.

 

Postingan populer dari blog ini

H. PENANGANAN TELEPON DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA INGGRIS | KORESPONDENSI | 8

  PENANGANAN TELEPON DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA INGGRIS 1. Penanganan Telepon secara Umum a. Saat memulai percakapan, hindari penggunaan kata ’hey’ atau ’hello’, karena kurang sesuai digunakan dalam percakapan formal dalam kantor. Gunakan kata ’good morning’ atau ’good afternoon’ sesuai dengan kondisi waktu bertelepon. b. Berbicaralah dengan menyenangkan dan tidak menyinggung perasaan. Tetaplah bersabar dan tidak terpancing emosi meskipun mendapat perlakuan yang kurang baik. Jika mendapat respons atau complaint dari klien, ucapkan ’I am sorry for the inconvenience’ atau ’We do apologize for the inconvenience’. c. Setelah mengucapkan maaf, coba berikan bantuan pada klien tentang masalah mereka. Gunakan kaljmat tanya ’How may we can help you ?' atau ’How I can be assistance?’ kepada klien. d. Sebelum mengakhiri pembicaraan, tawarkan bantuan yang mungkin masih dibutuhkan. Apabila tidak, ucapkan terima kasih dan salam penutup dengan kalimat ’Glad to be able of assistance’ atau

G. BAGIAN-BAGIAN MICROSOFT WORD DAN TAMPILAN MICROSOFT WORD

  BAGIAN-BAGIAN MICROSOFT WORD DAN TAMPILAN MICROSOFT WORD A. Pengertian Tampilan Microsoft Word atau  User Interface Word Tampilan Microsoft Word  adalah setiap tampilan pada Word yang digunakan pengguna mengakses semua fitur untuk membuat dokumen. Untuk mempelajari ms word dengan lebih mudah, perlu dipahami mengenai fungsi setiap tampilan tersebut. Di bidang design software, tampilan ini disebut dengan  user interface  atau antarmuka Microsoft Word. Sebagai pengembang software terpopuler, Microsoft selalu mengedepankan  user friendly  untuk design setiap softwarenya. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pengguna software ( brainware ) mengoperasikan dan mempelajari Word. B. Fungsi Bagian-Bagian Microsoft Word Terdapat beberapa tampilan utama yaitu: Workspace, Ribbon, Quick Access Toolbar, Title Bar, Window Management, Tab Management, Scroll Bar, Status Bar, Ruler, Text Cursor, Page View, dan Account & Share. Berikut penjelasan 12 bagian tampilan yang sering digunakan pada Microsof

I. ETIKA DAN BUDAYA BERTELEPON DENGAN BAHASA INGGRIS | KORESPONDENSI | 9

  ETIKA DAN BUDAYA BERTELEPON DENGAN BAHASA INGGRIS 1 . Greet Professionally   Greet berarti menyapa. Menyapa secara profesional sangat diperlukan untuk memberikan kesan baik dan menjaga citra perusahaan. Ketika menyapa, sangat dianjurkan menggunakan sapaan bahasa Inggris yang baik dan benar sesuai yang telah dipelajari pada subbab sebelumnya.   Tidak jarang penelepon memberitahu asal negaranya atau ketika memerlukan identitasnya, kita akan menanyakan alamat perusahaannya. Jika kamu menguasai lebih dari satu bahasa asing, tetap gunakan bahasa Inggris untuk menyapa. Jika kamu mengetahui yang sedang kamu ajak bicara dalam telepon adalah orang Prancis atau Spanyol, tetap gunakan bahasa Inggris. Menggunakan bahasa lokal mereka dapat menyinggung dan memberikan kesan tidak profesional dalam bekerja.   2. Speak Necessarily   Speak necessarily artinya berbicaralah seperlunya. Klien atau personel perusahaan berskala internasional biasanya menjunjung tinggi kedisiplinan dan ket